Perkara Menunggu, Perkara Mengikhlaskan
Kata orang, tidak baik terlalu lama menunggu, apalagi tak
pasti. Orang juga selalu mewanti-wanti agar mereka tak menjadi seorang pengemis
cinta. Katanya, biarkan saja, nanti cinta akan datang padaku. Dulu aku tak
pernah percaya ini sebagai seorang perempuan. Namun, perkara itu benar.
Perempuan memang harusnya menunggu saja. Tak usah terlalu berani mengutarakan
perasaan. Tak usah berani beraksi duluan. Padahal itu lebih menyakitkan
nantinya. Jangan terlau dalam membahas cinta. Ini bukan tentang perkara
mencintai.
Menunggu itu sangat manis untuk dinikmati. Menunggu itu
mempunyai perasaan tersendiri, sensasi tersendiri. Dan apapun yang kau tunggu
pastinya akan berakhir indah. Meskipun, pada akhirnya akan ada 2 perasaan dari
menunggu. Kecewa, dan bahagia. Tapi, tunggu dulu. Kalau memang kau tanamkan
sesuatu yang bersifat mengikhlaskan, kata kecewa akan terlontar sangat
sedikit. Sangat sedikit. Dan bahagia akan terlontar sungguh besarnya,
seperti menuai padi yang telah menguning.
Mungkin banyak yang tak mengerti bahwa ketika berniat
menunggu kau juga harus bersiap-siap mengikhlaskan. Dan, sebuah kalimat yang
mengatakan “Menunggu itu tak akan sia-sia” memang benar. Kalau kita tetap
percaya dan ikhlas. Percaya hal baik apapun akan terjadi, dan ikhlas atas hal
baik yang akan terjadi. Kalau kau berniat menunggu, jangan terfokus akan
sesuatu. Karena menunggu sesuatu yang kita tak tahu apa baik buruknya akan
menjadi sia-sia. Ya, tunggu dulu. Itu kalau tak menyelipkan keikhlasan. Mungkin
kata ikhlas itu adalah kata munafik. Karena hati semua orang sulit
mengikhlaskan. Tapi, siapa yang tahu kadar atau standar keikhlasan itu seperti
apa? Kita hanya bisa berusaha untuk ikhlas kan? Siapa juga yang tahu hati orang
itu sudah benar ikhlas atau hanya diucap di bibir saja? Bahkan terkadang, bibir
ini rapuh dan bergetar ketika hendak mengucap kata ikhlas.
Tapi percayalah, apapun yang kau niatkan pasti akan dibantu
oleh Tuhan. Ikhlas bukan perkara di bibir atau di hati. Bukan perkara didengar
atau tidak. Tapi, bagaimana perasaanmu ketika kau melontarkan kata ikhlas.
Siapa yang tahu. Jangan remehkan orang yang berkata ikhlas. Karena ikhlas yang
mereka tetapkan bisa jadi sebuah kekuatan yang mampu membangkitkan diri dari
keruntuhan. Ikhlas mampu menjadi satu kata yang sangat menyakiti orang juga.
Aku ucapkan aku ikhlas, dan didengar orang yang senang menyakiti dan melihat
orang lain menderita pun, itu akan menjadi sebuah perkara berat untuk mereka.
Kita berkata ikhlas, mampu menyunggingkan senyum kembali di kala telah terluka.
Ikhlas adalah sebuah kekuatan yang paling kuat selain sabar dan cinta.
Ketika aku bertemu orang yang suka menggunjingkan aku, aku
selalu tersenyum dan berkata ikhlas. Hanya berkata dalam hati. Aku tak tahu itu
benar-benar ikhlas atau tidak. Tapi, orang tersebut pergi begitu saja. Bahkan
menggerutu sendiri “apasih dia senyam-senyum”. Yang padahal kata ikhlas dariku
mungkin sudah tersampaikan lewat senyum itu.
Kembali lagi dengan menunggu, mungkin kalian akan merasa
kecewa. Sedikit kecewa. Tapi, dicampur kata ikhlas akan lebih terasa ringan
untuk menolak kekecewaan itu. Banyak yang berpikir, “untuk apa aku menunggu?
Toh, itu akan sia-sia”. Atau mungkin “Aku telah menunggu begitu lama, tapi apa
yang aku dapat?” Kalau kita benar-benar merasakan dan melalui proses tersebut,
pasti ada sesuatu yang mampu kita dapatkan. Seperti, lebih percaya bahwa kita
bisa lebih baik lagi. Atau bisa dapatkan lebih dari yang sebelumnya kita
tunggu. Rasakan proses dalam menunggu, itu sungguh nikmat.
Dari apa yang disebut menunggu, aku diajarkan untuk
mengerti orang lain, untuk lebih bersabar, apa yang harus aku lakukan
untuk menunggu. Siapa dan apa yang selama ini kutemui ketika menunggu.
Bagaimanakah rasa yang sebenarnya dalam menggapai sesuatu. Dan itu bisa
dikatakan bahwa menunggu itu tidak sia-sia. Aku mendapatkan sesuatu meski bukan
tujuan utamaku. Aku bisa belajar sesuatu yang berharga dari proses menunggu.
Aku bisa belajar caranya menyadarkan diri sendiri bahwa tidak semua bisa kita
dapat. Yang terpenting, aku juga mengerti. Bahwa yang kita inginkan belum tentu
itulah yang terbaik bagi Tuhan untuk kita.
Dan yang terpasti, aku pun harus meyakini diri ini bahwa
ada hal yang lebih baik dari yang aku inginkan. Yang pasti itu akan aku
dapatkan.



Komentar
Posting Komentar