Perkara Sendiri, Menyendiri atau Bahagia, Membahagiakan?
Terkadang waktu berjalan begitu lambat, sampai tak tahu harus bagaimana untuk mempercepatnya. Tanpa disadari, selama waktu berjalan kadang kau merasa sendirian. Tak ada yang menggenggam tanganmu, tak ada yang merangkulmu dikala masalah menimpamu, tak ada yang menemanimu.
Kesendirian? Seperti apa dulu kesendirian itu, sampai-sampai banyak orang yang mencaci kata tersebut. Pahami, semua orang pernah merasa sendirian. Tak perlu merasa mengatakannya. Tanpa pasangan, banyak orang yang berpikir bahwa itulah arti kesendirian. Bukankah banyak alasan untuk bisa dikatakan itu adalah kesendirian? Kadang, aku pun merasa sendiri. Merasa hampa tanpa ada orang yang menepuk tanganku ketika aku diam. Namun kadang aku ingat, ada semesta yang setia menemaniku, yang menepuk pundakku, yang mengecup keningku.
Kesendirian? Seperti apa dulu kesendirian itu, sampai-sampai banyak orang yang mencaci kata tersebut. Pahami, semua orang pernah merasa sendirian. Tak perlu merasa mengatakannya. Tanpa pasangan, banyak orang yang berpikir bahwa itulah arti kesendirian. Bukankah banyak alasan untuk bisa dikatakan itu adalah kesendirian? Kadang, aku pun merasa sendiri. Merasa hampa tanpa ada orang yang menepuk tanganku ketika aku diam. Namun kadang aku ingat, ada semesta yang setia menemaniku, yang menepuk pundakku, yang mengecup keningku.
Aku tak sendirian. Aku hanya merasa waktuku hampa. Malah, terkadang aku ingin sendirian. Alasan terbesar adalah ketika aku punya masalah yang tak bisa aku ceritakan kepada orang lain. Yang lebih baik memendamnya dan menguburnya dengan hujan dari pelupuk mataku. Aku katakan. Semua hal yang tak pernah kau lihat, kau akan melihatnya ketika kau merasa sendirian. Kau bahkan mampu melihat bayangan hidupmu. Kau mampu melihat semesta yang menepuk pundakmu.
Aku masih merasa sendirian. Bukan ketika aku menghadapi masalahku. Bukan karena tak ada orang di sampingku. Namun karena aku gagal menjaga hatiku. Aku merasa gagal membahagiakan diriku.Aku merasa aku jatuh sedalam mungkin. Aku merasa dunia menghujatku.
Aku masih merasa sendiri. Ketika orang melukai jantungku. Ketika membuka masa laluku. Menyayat lukaku yang pernah kau sembuhkan dengan alkohol dan obat luka yang pernah kau beli untukku.
Lonceng seketika berbunyi, apakah kau pernah berpikir, sulit untuk berjalan dengan egomu sendiri. Yang sulit menerima, memaafkan dan menjalani hari seperti di bui itu? Apa kau tersiksa dengan kesendirian itu? Apa kau merasa memiliki orang yang ingin bersamamu? Pun tanpa harus menengok jam setiap waktu. Tidak. Namun semua orang punya rasa ingin bahagia dalam hati kecilnya. Bahagia tanpa alasan pasti. Bahagia yang mampu mengobati rasa luka. Bahagia yang mampu menjadi irama dalam hidupmu yang pernah hampa.
Aku masih merasa sendirian. Bukan ketika aku menghadapi masalahku. Bukan karena tak ada orang di sampingku. Namun karena aku gagal menjaga hatiku. Aku merasa gagal membahagiakan diriku.Aku merasa aku jatuh sedalam mungkin. Aku merasa dunia menghujatku.
Aku masih merasa sendiri. Ketika orang melukai jantungku. Ketika membuka masa laluku. Menyayat lukaku yang pernah kau sembuhkan dengan alkohol dan obat luka yang pernah kau beli untukku.
Lonceng seketika berbunyi, apakah kau pernah berpikir, sulit untuk berjalan dengan egomu sendiri. Yang sulit menerima, memaafkan dan menjalani hari seperti di bui itu? Apa kau tersiksa dengan kesendirian itu? Apa kau merasa memiliki orang yang ingin bersamamu? Pun tanpa harus menengok jam setiap waktu. Tidak. Namun semua orang punya rasa ingin bahagia dalam hati kecilnya. Bahagia tanpa alasan pasti. Bahagia yang mampu mengobati rasa luka. Bahagia yang mampu menjadi irama dalam hidupmu yang pernah hampa.
Namun, aku ingin bertanya satu hal kepadamu, "apa bahagia itu butuh orang yang ada disekitarmu?"
Tanpa kau harus menjawabnya, aku mengerti. Kita akan bahagia melihat mereka bahagia. Tapi apakah selalu seperti itu? Apakah mereka akan selalu membuat kita bahagia? Ataukah mereka hanya ingin menemanimu dikala sendiri? Ataukah mereka hanya ingin mencari tahu tentang siapa dirimu, apa yang kau lakukan, tanpa mau membantu? Ataukah mereka hanya mau berteman lalu mencaci dan akhirnya pergi? Kalau memang seperti itu, untuk apa berharap ada mereka dan tenanglah saja?
Kupikir, janganlah berharap seperti itu. Aku tahu, dunia ini bukan untuk kita saja. Aku tahu, kita ada untuk hidup bersama-sama. Aku juga tahu, kita ada untuk tolong menolong. Itu salah satu kodrat kita untuk hidup.
Tapi, aku ingin bertanya lagi satu hal, " apa aku boleh memilih?"
Memilih untuk hidup dengan siapa, untuk siapa, dan apa alasan aku hidup. Jika boleh, aku memilih ingin hidup dengan mereka. Mereka yang tak pernah meninggalkanku. Mereka yang tak pernah bertanya siapa aku. Mereka yang tak pernah menangis karenaku. Mereka yang mau saling melindungi hidupnya. Dan hidupku. Aku ingin hidup untuk orang yang mau hidup denganku seperti perkataanku sebelumnya. Aku ingin hidup untuk kesuksesan dan kebahagiaan mereka. Dan tujuanku hidup adalah bahagia. Bahagiaku, bahagia mereka. Dan tak luput pula, kesendirianku. Mengapa? Aku pernah katakan kan? Terkadang kita ingin sendiri. Dan itu akan kulakukan ketika aku tak ingin menyakiti mereka.
"Bahagia, membahagiakan. Sendiri, menyendiri, masihkah itu hal yang berbeda? Butuhkah alasan untuk menyatukan itu?"
"Aku sendiri ingin melakukannya. Karena suatu saat kau harus melakukannya."


Aku ingin menyendiri ketika semua orang berpasangan, aku tak ingin lari ketika melihatnya berpegangan, aku bahagia ketika melihatnya tersenyum
BalasHapus