Sebuah Pilihan, haruskah meninggalkan?

   Ada seorang bernama Senja.
Dalam hidupnya, selalu saja ada yang datang dan pergi. Membuat ulah, menghunus hati, keranjingan pada cahaya lalu pergi ketika cahaya itu telah padam. Apa yang sebenarnya terjadi? Rembulan pun bosan dengan delusi mereka, main datang dan pergi sesuka hati. Ketika tahu, cahaya itu tidak datang dari rembulan, mereka meninggalkan.

   Apa semua hal harus ditinggalkan? Adakah hal yang lain selain meninggalkan? Mengapa saling menghancurkan dengan meninggalkan? Apa semudah itu menyesap kopi lalu pergi? Tak sulitkah meninggalkan ampas kopi itu? Tak adakah rasa yang tinggal saat menyesap kopi itu?

   Rembulan hampir menangis, dan kau hampir meninggalkan. Bahkan "mudah" untuk meninggalkan. Tak ada jawaban sebelum pertanyaan kah? Senja tahu, bahwa hidup tidak seajaib itu. Tapi, apa tak bisa menjadi rubah yang selalu menguntit sebelum mencuri? Memberi jawaban sebelum pertanyaan. Memberi pernyataan sebelum pertanyaan dilontarkan.

   Sekali saja. Senja memohon. Itu memang tak penting, tapi bukankah kau telah meninggalkan hal yang penting? Mudahnya kau tinggalkan. Mudahnya kau datang. Embun pun tak ingin melihatmu sekali saja. Menoleh pun tak ingin. Bahkan embun berusaha membekukan diri.

   Hal itu pilihan. Pilihlah sesuka hati. Ingin pergi atau menetap. Tapi itu bukanlah takdir. Tapi bisakah, tetapkan pilihanmu? Jika ingin pergi, ya pergi. Jangan sekalipun menetap. Jangan tinggalkan genggam, jika ingin berjarak. Karena jarak hanya akan terus menyuduti waktu yang berlalu.








"Tak bisakah kau menetap saja dan berjalan bersamaku?"

Komentar

Postingan Populer