Aku, masa kelamku?

Waktu telah mengungkit masa kelam yang harus kembali datang. Menjadi butiran kejadian yang kemudian kembali hilang. Meski sebenarnya jiwa ini angkuh merasakan kelamnya masa yang kalap itu.

Datang tak diundang, pulang? Ya terkadang diantar, namun seringkali tidak.

Masa itu masih teringat dalam pikiranku. Pun pikiranmu, mungkin. Hanya saja seringkali memungkirinya bahwa itu tak pernah tebersit.

Ketika senjanya datang mengulangnya menjadi kali kedua, ketiga, keempat, mungkin keberapa kali pun tak terhitung, aku atau kamu telah mendapatkan hadiah musiman dari Tuhan, bersyukurlah. Karena sebaik-baiknya hadiah adalah yang mampu membuatku atau kamu menjadi lebih baik.

Satu saat itu, ketika kekalapan menerjang masaku atau kamu, ketahuilah banyak orang yang sangat ingin terkekeh melihat kalut yang belum mampu berderum dihadapanmu. Andai saja orang-orang itu hanya sekumpulan jelaga yang bersiap melesat ke atmosfer kehidupan yang tegak menantang langit. Pastilah kita ini adalah satu silhuet hidup yang kuat yang tak tergoyahkan. Namun nyatanya malah silhuet yang tertiup pun saja sudah hilang sejauh hati memandang.

Ada satu penggerutu yang pernah berkata, sejujurnya aku mengutip ini darinya ketika kekalapan mencari kebahagiaan "tengoklah dirimu sejenak, ada percikan kebahagiaan yang bisa kau nyalakan menjadi api yang besar" ini sebenarnya kusimpulkan dari novel karya Eric Weiner.

Senja selalu mengulang apa apa yang pernah kita dapat. Yang terkadang membuat kita sumringah dengan hidup. Tapi berkat senja, aku atau kamu semua mendapat hadiah dari Tuhan yang tak pernah terelakkan yang nyatanya menjadi pedoman hidup kita selanjutnya.

Satu hal lagi pendaran dari seorang Dalai Lama di Tibet "Kebahagiaan adalah suatu kesembuhan, dan kesembuhan terbesarmu adalah dirimu."
Maksudnya, ketika kamu sedang ingin mencari kebahagiaan maka kamu sedang sakit, berarti kamu butuh kesembuhan. Dan hanya dirimulah yang dapat menyembuhkanmu.

Sudahlah, aku mah apa atuh, hanya seorang penggerutu yang hanya ingin menjadi apa apa dalam hidup yang tadinya bukan apa apa.

Hujan akan datang menutupi air dari pendar mata ketika kalut sedang datang mampir, lagi.

Selamat bermanja-manja pada hujan yang sedang kelimpungan menutupi pipi para tuan dan puan dalam pungguk sang rembulan - dari sang penggerutu yang lagi apik-apiknya membuat kalimat psikolog yang baru belajar kutap kutip dari novel, saja.

Komentar

Postingan Populer